Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 4, Jakarta Pusat

KEMENHUT DAN SATGAS PKH BONGKAR HULU KE HILIR MODUS PEMBALAKAN LIAR: 4.610 M³ KAYU ILEGAL DISITA DI PELABUHAN GRESIK DARI KEPULAUAN MENTAWAI

Siaran PersRabu, 15 Oktober 2025
Ditulis OlehAdministrator - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan
Gakkum Kehutanan KEMENHUT DAN SATGAS PKH BONGKAR HULU KE HILIR MODUS PEMBALAKAN LIAR: 4.610 M³ KAYU ILEGAL DISITA DI PELABUHAN GRESIK DARI KEPULAUAN MENTAWAI

Dengarkan Berita ini

Status: Siap

Surabaya, 15 Oktober 2025. Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) – Tim Garuda, Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Perhubungan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyita 4.610,16 m³ kayu bulat (log) asal Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, yang diangkut oleh tug boat Jenebora I dengan tongkang Kencana Sanjaya& B di Pelabuhan Gresik.

Langkah ini merupakan tindak lanjut operasi gabungan penertiban lapangan pada 4 Oktober, ketika Satgas PKH dan Ditjen Gakkumhut melakukan penyegelan areal operasi, penghentian kegiatan lapangan, serta penguasaan sarana produksi di HPT Sipora (±20.076 ha) untuk memutus rantai pembalakan liar. Usai pemeriksaan saksi, penyidik menerbitkan Sprindik dan SPDP dengan subjek IM (perorangan) dan PT BRN (korporasi).


Di lapangan, tim menyita ±453 m³ log di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Sementara berikut belasan alat berat, mengamankan lokasi dan memperluas penyisiran alat bukti. Setelah pemeriksaan saksi, penyidik menerbitkan Sprindik dan SPDP dengan subjek IM (perorangan) dan PT BRN (korporasi). Sebelumnya telah disita sekitar 453 m³ kayu log di TPK Sementara Hutan Sipora serta belasan alat berat yang terkait langsung dengan dugaan tindak pidana; penelusuran tambahan atas sarana/alat bukti lain masih berlangsung.

Selanjutnya, setelah dilakukan pengembangan oleh penyidik Gakkum Kehutanan, ditemukan ±453 m³ kayu log yang belum diangkut di TPK Desa Betumonga, sementara ±4.610,16 m³ telah diberangkatkan menggunakan tongkang menuju industri kayu di Gresik pada 23 September 2025. Keterangan pekerja menunjukkan tiga kali pengiriman log ke Surabaya dengan akumulasi ±11.629,33 m³ (termasuk yang kini diamankan).

Di lapangan, perusakan hutan meliputi penebangan dan pembuatan jalan dari petak tebangan ke TPN/Logpond. Hasil analisis citra satelit dan verifikasi lapangan memperlihatkan luasan terdampak sekitar ±597,35 ha—terdiri atas ±7,79 ha jalan sarad pada areal HP dan ±589,56 ha di luar persetujuan PHAT (kombinasi areal terbuka dan sebaran tunggak). Atas perbuatannya, para pelaku diancam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 jo. Pasal 88 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

Direktur Tindak Pidana Kehutanan Ditjen Gakkumhut, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan: “PT BRN diduga kuat menjalankan pembalakan liar secara terorganisir di Hutan Sipora sejak 2022 hingga 2025, khususnya pada wilayah Desa Tuapejat dan Desa Betumonga dengan modus menebang kayu di luar area izin, bahkan masuk kawasan hutan lalu memanipulasi dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) agar kayu ilegal terlihat seolah-olah legal”.

“Pola ini kami temukan berulang pada beberapa lokasi PHAT (Rusmin I, Rusmin II, dan Rusmin III) di Tuapejat. Di samping penegakan pidana kehutanan, kami menyiapkan penerapan rezim Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menutup ruang keuntungan ilegal dan memperkuat efek jera bagi pihak yang menikmati manfaat utama”, lanjut Rudi.

“Indikasi potensi kerugian negaraakibat pembalakan liar di Hutan Sipora kami perkirakan sekitar Rp240 miliar, termasuk nilai kayu yang telah ditebang sekitar Rp42 miliar serta kerusakan ekosistem dan lingkungan yang menyertainya,” tegas Rudi.

JAM Pidana Khusus, Febrie Ardiansyah, menyatakan: “Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) memegang peran kunci menuntaskan kejahatan kehutanan yang kompleks dan terus bermetamorfosis. Pembalakan liar kerap menjadi pintu masuk rangkaian kejahatan selanjutnya, seperti pembakaran hutan untuk land clearing, perkebunan tanpa izin, hingga penambangan ilegal yang berujung pada kerugian negara serta rusaknya tatanan sosial, budaya, dan lingkungan”.

“Kita sudah melihat dampaknya pada kawasan seperti Taman Nasional Tesso Nilo yang kian menyusut. Karena itu, sinergi antar Aparat Penegak Hukum (APH) mutlak diperlukan agar jaringan perusak hutan dapat ditangani secara efektif, efisien, dan berkeadilan, disertai hukuman yang menimbulkan efek jera bagi para pelakunya,” terang Febrie.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan: “Langkah di Mentawai dan dilanjutkan sampai ke hilir di Gresik adalah kebijakan negara untuk menutup celah perusakan hutan dari hulu ke hilir. Sejalan arahan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki tentang pengelolaan sumber daya alam yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan, kami pastikan setiap jengkal hutan dikelola secara sah, transparan, dan berasas kelestarian.

“Penegakan pidana berjalan berdampingan dengan penertiban perizinan dan pengawasan pemegang PBPH, disertai sanksi administratif hingga pencabutan izin bagi yang melanggar. Pada saat yang sama, kami mendorong verifikasi alas hak di seluruh skema pemanfaatan, agar tidak ada celah pemalsuan dokumen atau penyalahgunaan skema legal untuk ‘memutihkan’ kayu ilegal,” ujar Dwi Januanto.

“Untuk menutup celah penyamaran kayu ilegal, Kementerian Kehutanan telah mengkoreksi kebijakan dengan membekukan sejumlah Persetujuan Pemanfaatan Kayu pada areal Hak Atas Tanah (PHAT) yang bermasalah dan mewajibkan verifikasi alas hak secara ketat oleh dinas kehutanan provinsi. Ke depan, pengawasan terhadap pemegang PBPH dan pelaku usaha kehutanan kami perketat berbasis keterlacakan bahan baku (traceability) dan kepatuhan yang terukur. Pelanggaran akan dikenai sanksi berlapis: administratif, perdata, pencabutan izin, hingga pidana bila terpenuhi unsur-unsurnya. Langkah ini sekaligus melindungi dan memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha yang taat, agar tata kelola berjalan adil, berkelanjutan, dan manfaat hutan kembali ke rakyat,” ujar Januanto.

Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa penertiban dan penegakan hukum atas illegal logging adalah instrumen kedaulatan sumber daya hutan, perlindungan warga, terutama di pulau-pulau kecil yang rentan, serta mendorong penataan kembali tata kelola industri kehutanan yang legal dan patuh.

Sepanjang 2025, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan telah melakukan 21 operasi pembalakan liar dan menyerahkan 34 tersangka ke jaksa (berkas lengkap/P-21); di bidang peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi tercatat 36 operasi, dan untuk tambang ilegal 13 operasi, 227.985,45 hektare hutan berhasil diamankan, 686 m³ kayu disita, 582 ekor satwa liar serta 107 bagian tubuh satwa diselamatkan dari peredaran ilegal. Di saat yang sama, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) melaporkan telah menertibkan sekitar 3,4 juta ha kawasan hutan. Langkah ini sejalan dengan agenda Presiden Prabowo Subianto untuk tata kelola sumber daya alam yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan, sekaligus meneguhkan peran Indonesia di tingkat global dalam perlindungan hutan tropis dan keanekaragaman hayati.


***

Bagikan
Kembali ke Daftar